Rebut Kembali Hatimu !! – Yasmin Mogahed
Oleh Siti Awaliyatul Fajriyah
 Tapi, aku tidak akan lagi menjadi tawananmu. Aku tidak akan lagi menjadi gadis kecil itu yang berbaring terjaga pada malam hari memikirkanmu. Aku bukan lagi anak patah hati yang membuang-buang air matanya untukmu. Cinta tak terbalasku takkan bisa lagi mengahncurkanku. Kau takkan menghancurkanku. Aku tidak akan takluk pada gemerlapnya dirimu dan janji-janji palsumu…. ….. Air mataku bukan lagi milikmu. Dan hatiku bukan lagi tempat suci bagimu.
Reclaim Your Heart – Rebut Kembali Hatimu. Yasmin Mogahed berhasil mengemas sebuah wawasan-mencerahkan tentang cinta, duka dan bahagia dalam sebuah buku yang akan membawa kita pergi ke suatu tempat dimana hanya ada kita dan kekasih kita – Tuhan. Setelah sekian lama Tuhan menunggu kita untuk kembali pada-Nya, sadarkah kita bahwa kita sedang dinanti? Bukan tentang apa yang kita bawa untuk-Nya, tetapi mengenai apa yang kita lakukan dalam masa penantian itu.
Hidup ini adalah perjalanan, dan dunia adalah kendaran kita. Kita berangkat dari rumah – Allah, dan kitapun akan kembali pada-Nya. Namun, kita sering lupa bahwa misi kita di dunia itu adalah untuk kembali. Jangan sampai kita terlalu menikmati perjalanan kita dan kita sadar ketika kita sudah tiba di tempat asal kita. Kesadaran setelah kematian akan percuma, ketika kita melewati kematian, kita bukanlah pergi meninggalkan dunia, tetapi kita kembali – pulang. Disitulah hidup kita sebenarnya. Dalam perjalanan kita, kita tidak lagi bersama kekasih kita dalam ruang fisik. Namun kita terikat hatinya kepada Tuhan. Dalam perjalanan itu pula, kita juga akan melihat banyak hal yang menarik hati kita. Disitulah kita sering melupakan bahwa sebenarnya hati kita hanyalah milik Allah. Dalam masa pengembaraan itu, kita harus mempelajari bintang-bintang, pepohonan, pegunungan yang tertutup salju untuk membaca setiap pesan dibaliknya. Jika tidak, kita hanya akan menjadi seperti orang yang menemnukan pesan dalam botol yang dihias dengan indah, namun ia begitu terpikat oleh botolnya sehingga ia tidak pernah membuka pesannya.
Mengapa orang-orang harus saling meniggalkan? Semua di sekitar kita akan datang dan pergi begitu saja, kadang tak meninggalkan bekas. Cinta, duka dan bahagia akan datang dan pergi. Pertanyaan itu adalah tentang sifat dunia sebagai tempat berlangsungnya momen singkat dan keterikatan sementara. Menyakitkan, ya, jika kita mengisi hati kita dengan dunia yang memang diciptakan untuk ketidaksempurnaan dan kefanaan. Orang-orang pergi, apakah mereka kembali?
“karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.â€
(Al-Insyirah (94) : 5)â€
Terkadang Allah mengambil untuk menganugerahi. Bukankah Allah mengambil suami Ummu Salamah hanya untuk menggantikannya dengan Rasulullah? Apakah Yusuf kembali pada ayahnya? Apakah Musa kembali pada ibunya/ apaka Hajar kembali pada Ibrahim? Apakah kesehatan, kekayaan dan anak-anak kembali pada Ayub? Apapun yang diambil oleh Kekasih kita tidak pernah hilang, dan akan dikembalikan saat kepulangan kita pada-Nya.
Dalam perumpamaan lain, kehidupan manusia di duniaa ini seperti samudera, dan perahu adalah hati kita. Kita yang menggerakkan perahu kita untuk menuju suatu tempat dimana kita bermula, Tuhan. Perahu akan seimbang jika air laut itu tetap diluar, tidak memasuki perahu. Ketika air laut sudah masuk ke dalam perahu kita, maka yang ada hanyalah kegoyahan dan lama-kelamaan kita akan tenggelam. Dunia tidak boleh sampai memasuki hati kita, karena yang akan kita dapatkan adalah keterpurukan. Biarlah dunia menjadi sarana untuk kita menuju-Nya. Namun, ada kalanya badai menghantam perahu kita dan kita tenggelam ke dasar lautan. Menyerah hanya akan membuat kita semakin tenggelam. Saat kita tersadar kita sudah tenggelam, kita harus bergegas mengambil mutiara yang ada di dasar lautan dan menata perahu kita kembali untuk kembali pulang. Dengan demikian, ujian ketenggelaman itu tidaklah meruntuhkan kita, justru akan menjadikan kita memiliki nilai lebih yang tidak didapatkan oleh orang yang belum mendapatkan ujian.
Demi mencintai karunia. Kita melupakan pemberi karunia. Seorang anak merengek meminta mobil mainan kepada ibunya karena anak-anak lain pun mendapatkannya. Setelah dibelikan mobil mainan terbaik dipasaran saat itu, sang anak menjadi lupa kepada ibu. Ia menjadi malas membantu ibunya, malas belajar dan lebih senang menghabiskan waktu dengna ‘karunia’ itu dibandingkan dengan ibunya. Kemudian ibu tersebut mengambil kembali mainan tersebut agar anaknya mau belajar dan menemani ibunya kembali. Untuk anak-anak yang sangat mencintai karunia, mungkin ia akan sedih, marah kecewa. Berbeda dengan anak-anak yang mengerti bahwa ada karunia yang lebih besar dibanding mobil mainan. Versi yang sesungguhnya, model yang sesungguhnya. Mobil sungguhan. Ibunya menyuruhnya belajar untuk suatu saat dapat memiliki mobil sungguhan itu. Seperti itu pula kita. Mobil mainan itu adalah dunia, dan mobil sungguhan adalah kehidupan kita sebenarnya setelah kita pulang. Jika semua anak menyadari itu, mungkin anak-anak tidak akan sedih ketika mobil minannya jelek atau bahkan sama sekali tak memiliki mobil mainan, ia tidak akan sedih, marah, kecewa ketika teman-temannya menyombongkan mobil mainannya.ia akan berfokus pada bagaimana cara ia mendapatkan mobil sungguhan itu. Semakin kita dapat melihat hal yang nyata, semakin mudah bagi kita untuk merelakan hal yang tidak nyata.
Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusan baik baginya. Jika endapat kesenangan ia bersyukur, dan bersyukur itu baik baginya. Dan jika mendapat musibah dia bersabar, dan bersabar itu baik baginya.
Turun berat badan, baik atau buruk? Semua itu tergantung pada tujuan. Jika berat badan saya dibawah batas normal dan sudah sangat mengkhawatirkan, maka turun berat badan adalah sebuah musibah. Berbeda halnya ketika kita memiliki berat badan berlebih dan sudah sangat mengkhawatirkan, maka turun berat badan adlaah sebuah hal yang baik. semua tergantung tujuan. Dalam sebuah kegagalan mendapatkan beasiswa, mungkin kita akan bersedih jika tujuan kita adalah dunia. Namun kita akan memetik hal berharga lain dalam kegagalan itu jika tujuan kita adalah kehidupan kita setelah kepulangan. Begitu pula dengan pekerjaan, pasangan hidup dan amanah umat yang kita emban. Semua itu hanyalah alat untuk kita kembali pada-Nya. Jika kita menyadari itu, kita akan berfokus pada bagaimana cara kita “mengendarainyaâ€, bukan pada kendaraan apa yang kita gunakan, berhasilkah semua sarana itu mengantarkan kita kembali ke tempat awal, atau malah melenakan kita dan membuat kita tidak sampai pada tujuan akhir yang merupakan tempat kita bermula juga?
Barang siapa yang telah menghabiskan kehidupannya untuk mencari, ketahuilahbahwa kemurnian dari segala hal dapat ditemukan di dalam sumber. Jika Anda mencari cinta, carilah melalui Tuhan. Jika Anda ingin berpegangan pada keterikatan yang kuat, berikatlah pada Tuhan. Karena selain itu hanyalah sesuatu yang tidak murni tidak pula kokoh. Allah lebih dekat daripada pembuluh darah di leher kita. Mengapa pembuluh darah di leher? Pembuluh ini pembuluh yang paling penting bagi tubuh kita, jika ia terputus, kita segera mati. Bahkan Allah lebih dekat daripada kehidupan kita sendiri. Terkadang kita mencari pertolongan pada pintu-pintu yang mudah kita lihat, yang tentunya itu bukanlah pertolongan sejati. Pertolongan sejati kita bersumber dari Allah, ‘pintu’ yang memang tidak mudah terlihat oleh mata kita.
Kemampuan untuk mudah memaafkan harus didorong oleh kesadaran akan kekurangan dan kesalahan kita sendiri terhadap orang lain. Tapi yang terpenting, kerendahan hati kita harus didorong oleh kenyataan bahwa kita berbuaut salah kepada Kekasih kita setiap hari, dosa dalam kehidupan kita.
Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.
Kebanyakan orang menasirkan kalimat diatas dengan pendapat bahwa dunia ini adalah kekangan dan penderitaan bagi orang baik, dan kebebasan serta kenikmatan bagi orang kafir. Penulis menggambarkan pemikirannya dalam sebuah cerita. Seorang anak kecil yang sakit parah. Kesakitan itu merupakan kesakitan fisik, bukan jiwa. Jika ia lepas dari wujud fisiknya, tentu kesakitan itu akan hilang. Anak yang menyadari bahwa kesakitan itu adalah penjara, ia menyadari akan ada keadaan dimana kesakitan itu menghilang. Sehingga ketika ia dipisahkan dengan wujud fisiknya, ia akan berserah diri. Berbeda jika anak itu beranggapan bahwa kesakitan itu adalah surga. Keadaan dimana semua orang memanjakannya dan melayani apapun yang ia mau. Ketika ia dipisahkan dengan wujud fisiknya, ia akan menolak karena keadaan itu adalah surganya, tujuannya. Betapa meruginya ia yang sedang dalam keterpurukan namun merasa bahwa itu adalah surga. Orang beriman, jiwanya melekat pada kehidupan sejati, namun orang kafir melekatkan jiwanya pada kehidupan yang sakit ini.
Kita memberi makan tubuh kita karena jika tidak tubuh kita akan mati. Tapi, begitu banyak orang yang membiarkan jiwanya kelaparan. Lupa bahwa jika tidak mengerjakan shalat, jiwa kita akan mati. Dan ironisnya, tubuh yang kita rawat ini bersifat fana, sedangkan jiwa yang kita abaikan justru bersifat abadi. Ketika sedang belajar, berbelanja dan rapat, kita akan ijin jika kita hendak buang air kecil. Karena jika tidak, hal memalukan dan menyakitkan akan menimpa diri kita. Namun berbeda halnya jika adzan berkumandang sat kita belajar, berbelanja dan rapat. Kita akan cenderung menunda bahkan kadang melupakan shalat. Jika kita telisik lagi sejarah perintah shalat, mulanya Allah memerintahkan kita dengan 50 waktu shalat. Kemudian Rasulullah meminta keringanan menjadi 5x karena jika 50x waktu shalat, kita tidak akan bisa melakukan hal lain. Kita renungkan disini, Allah menugaskan kita untuk shalat 50 waktu dalam sehari menyiratkan bahwa, hiduplah untuk shalat. Namun sekarang, bahkan shalat kita hanya jadikan penyela waktu rutinitas kita yang seharusnya rutinitas itu enjadi sela antara shalat-shalat kita.
            Tuhan kita turun selama sepertiga malam terakhir ke langit pertama dan berkata, “ Apakah ada yang berdoa kepadaku untuk kemudian aku kabulkan? Apakah ada yang meminta kepadaku untuk kemudian kuberi? Apakah ada yang memohon ampunanku untuk kemudian kuampuni?â€
Sumber segala kehidupan sudah menawarkan ketiga hal yang begitu kita cari, namun kebanyakan dari kita ‘tidak waras’ dengan meninggalkannya. Dan bahkan beberapa diantara kita yang berusaha bangun di sepertiga malam tanpa mengetahui esensi pertemuankita, hanya sekedar untuk bangun dari tidur tanpa endapatkan apa-apa.
Untuk menilai sebuah buku, kita harus membacanya sebagai sebuah satu kesatuan dan berurut. Tanpa mengetahui keseluruhan ceritanya, kita tidak berhak menilai sebuah buku. Tulisan ini hanya bayangan dari sosok asli buku ‘Reclaim Your Heart’. untuk mendapatkan manfaatnya secraa utuh, sangat direkomendasikan untuk membaca buku tersebut, dan semakin dalam kita menyelami buku in, kita akan semakin menemukan titik asal kita bersama Tuhan kita, -yang seharusnya menjadi- Kekasih kita.