Category : Life At MAB

Home»Archive by Category "Life At MAB" (Page 2)

Awal Tahun Ajaran Baru, Yayasan MAB Berikan Beasiswa kepada 13 Mahasiswa FTUI

penerima-beasiswa-mab-2018-2019

Universitas Indonesia, Depok, Jum’at (14/9), Yayasan Mata Air Biru melakukan acara penyerahan Simbolik Penerima Beasiswa MAB periode semester gasal Tahun Ajaran 2018/2019. Bertempat di Gedung Engineering Center EC. 203, penyerahan Beasiswa MAB dihadiri oleh Ketua Yayasan MAB, Ibu Sri Dijan Tjahjati didampingi oleh Koordinator Beasiswa MAB, Sdr. Bambang Sutrisno serta para penerima Beasiswa MAB yang merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Pada periode semester gasal TA 2018/2019 ini, Yayasan MAB memberikan beasiswa yang terdiri dari Beasiswa Prestasi dan Beasiswa Pondokan MAB kepada 13 penerima baru. Secara keseluruhan, saat ini jumlah penerima aktif Beasiswa MAB sebanyak 36 mahasiswa yang sebagian besar merupakan mahasiswa FTUI dan 1 mahasiswi berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Acara penyerahan simbolik ini dibuka dengan Sambutan dari Ketua Yayasan MAB yang menceritakan sedikit tentang Yayasan MAB. Dalam sambutannya, Bu Dijan berharap para penerima Beasiswa MAB yang baru bisa membaur satu sama lain dan bisa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembinaan yang diperuntukkan khusus bagi penerima beasiswa, baik itu Beasiswa Pondokan maupun Beasiswa Prestasi.

penerima-beasiswa-prestasi

Masuk ke acara inti, Bu Dijan, selaku Ketua Yayasan MAB melakukan penyerahan Simbolik Beasiswa MAB kepada masing-masing penerima Beasiswa. Untuk Beasiswa Prestasi yang saat ini sudah memasuki batch 8 dan diperuntukkan khusus bagi mahasiswa FTUI angkatan 2017, Yayasan MAB memberikan Beasiswa Prestasi kepada 7 penerima baru. Mereka adalah Joan Lockita dan Rivaldo Martha  (Teknik Mesin), Romega Sianturi (Teknik Metalurgi dan Material), Annisa Widya P (Arsitektur), Dianah Salsha Silla (Teknik Kimia) serta Reyna Noer Amalina dan Julistarani Mirandika (Teknik Industri).

Beasiswa Prestasi MAB Batch 8 ini merupakan kerjasama Yayasan MAB dengan PT. Pertamina Retail dan juga donatur dari alumni FTUI yaitu Ibu Handriani Tjatur Setiowati (alumni Arsitektur’79). Total beasiswa prestasi yang disalurkan pada periode semester gasal 2018/2019 ini senilai Rp 105Juta kepada 21 penerima Beasiswa Prestasi MAB.

Selain Beasiswa Prestasi, Penyerahan Simbolik juga dilakukan kepada penerima Beasiswa Pondokan yang khusus diperuntukkan bagi mahasiswa FTUI perantauan yang berasal dari daerah luar Jabodetabek. Sebanyak 6 mahasiswa menjadi penerima baru Beasiswa Pondokan MAB di periode ini. Mereka adalah Bening Kalimasaada Aura Keindahan (asal Lumajang), Hilmi Fitrihatulamal (asal Kuningan), Raihan Nur Rasyid (asal Kebumen), Nur Kholis Majid (asal Kuningan), M. Rilvan (asal Palembang) dan Wahyu Nugroho Ramadhan (asal Kebumen).

Beasiswa Pondokan MAB yang berupa beasiswa tempat tinggal di Asrama Beasiswa MAB sekaligus program pengembangan diri ini ada berkat donasi dari donatur alumni FTUI dan relasi Yayasan MAB serta komunitas alumni FTUI seperti Golfers FTUI (GIFT UI) melalui program charity di penyelenggaraan Turnamen Golf Rosseno Cup 2016 dan 2017 serta komunitas FTUI Runners dan Gowes FTUI.

penerima-beasiswa-pondokan

Memasuki usia menjelang 15 tahun, Yayasan MAB berharap bisa memberikan kebermanfaatan dan membantu lebih banyak lagi adik-adik mahasiswa di tingkat FTUI maupun di tingkat UI yang lebih luas. Semoga sinergitas kerjasama yang telah dibangun antara Yayasan MAB, FTUI dan Iluni FTUI bisa terus berjalan dengan baik serta dukungan penuh yang telah ada selama ini dari para donatur alumni baik melalui instansi maupun komunitas alumni. (@bamsutris)

MAB Talks #1 : Arti Kontribusi di Kampus bagi Ketua BEM dan Mapres FTUI 2018

mab-talks-cover

“Saat kuliah, harusnya banyak pengalaman yang menuntut kita untuk keluar dari zona nyaman. Jangan sampai zona nyaman membatasi kita untuk berkembang…” (Davigara D. Primayandi)

” Tidak ada impian yang realistis. Jalan menuju impian itulah yang harus kita buat realistis…” (Faza Fakiha Taqwa)

Asrama Rumah Inspirasi MAB (8/9), dipenuhi oleh mahasiswa penerima manfaat Beasiswa MAB yang antusias ingin belajar dari kakak-kakak inspiratif yang akan mengisi program MAB Talks. MAB Talks #1 edisi perdana pada tahun ajaran 2018/2019 ini menghadirkan kedua pembicara yang akan membahas mengenai bagaimana memaksimalkan kontribusi sebagai mahasiswa dari sisi akademis dan kemahasiswaan. Mereka adalah Ketua BEM FTUI 2018 : Davigara Dwika Primayandi (Mahasiswa Teknik Mesin 2015) dan Mapres FTUI 2018 : Faza Fakiha Taqwa (Mahasiswi Teknik Industri 2015).

Sesi dibuka dengan paparan dari Davi, sapaan akrab dari Davigara. Menurut alumni SMAN 8 Jakarta tersebut, Mahasiswa memiliki tanggung jawab lebih yang tidak sekedar kuliah. Berangkat dari buah pikirannya bahwa ternyata tidak semua orang bisa merasakan bangku kuliah, menurutnya sebagai mahasiswa, yang kita lakukan dan mimpi-mimpi kita ke depan tidak sekedar bagaimana mendapatkan pekerjaan yang layak saja, harus lebih dari itu. Itulah yang menginspirasi Davi untuk menjadikan BEM FTUI 2018 sebagai wadah kontribusinya saat ini; #DariTeknikuntukIndonesia.

Sebagai mahasiswa, menurut Davi sangat perlu untuk bersikap aktif dan kontributif. Karena dengan aktif di berbagai kegiatan, organisasi akan melatih skill kita yang nantinya sangat berguna sebagai bekal di dunia kerja misalnya public speaking, problem solving, memimpin rapat, dll. Davi yang hobinya naik gunung, kini menganggap organisasi sebagai bagian dari hidupnya. Ia senang karena dengan organisasi ini ia bisa bertemu dengan banyak orang sehingga bisa melatih dirinya ketiak bertemu dengan orang-orang baru yang berbeda-beda karakter.

Sebagai mahasiswa, ia juga memiliki prinsip untuk tidak main aman. Jika perlu “ Break a leg”. Menurutnya, jangan sampai zona nyaman justru membatasi kita untuk berkembang. Karena banyak sekali kesempatan yang kita dapat saat kuliah ini untuk keluar dari zona nyaman. Hal terakhir yang penting sebagai mahasiswa adalah kepedulian. Harusnya sebagai mahasiswa kita punya rasa peduli yang tinggi terhadap orang lain, di luar dari diri sendiri.

Sesi kedua dari Faza, sapaan akrab Faza Fakiha yang menganggap bahwa prestasi sebagai Mahasiswa Berprestasi FTUI 2018 yang diraihnya itu sebagai bonus dan hanya title belaka. Faza menceritakan tentang dirinya yang bukan siapa-siapa, seorang anak yang hanya percaya dan yakin akan mimpi-mimpinya hingga menjadi Faza yang dikenal sekarang.

Perjuangannya dimulai ketika salah seorang teman di organisasinya menanyakan ingin jadi seperti apa di hidup ini. Bahwa orang-orang sukses tidak ada yang generalis. Bila kita ingat seseorang yang sukses, maka ia akan diingat satu hal karena kesuksesannya, karena keahliannya di bidang tersebut. Itulah salah satu momen yang membuat ia fokus dalam bidang yang ia sukai, salah satunya public speaking.

Perjuangan yang dilakukan Faza pun tak mudah. Semangat pantang menyerah setelah gagal 10 kali ikut tes MUN pun pernah ia alami. Hingga akhirnya ia kini sudah menginjak beberapa negara di dunia termasuk Amerika dan Eropa. Salah satunya yang paling berkesan ketika ia menjadi Delegasi Indonesia di PBB dari Menpora.

Menurutnya kita harus yakin dengan mimpi kita. Meskipun tidak ada yang realistis, tetapi kita harus membuat jalan menuju mimpi kita realistis. Nothing is impossible. Satu hal yang iya yakini, bahwa ada banyak cara menuju mimpi yang ingin kita capai. Jangan lupa minta pada langit yang memiliki kuasa pada mimpi kita.

Berbicara mengenai passion, menurutnya passion itu hal yang kita sukai meskipun tidak dibayar. Ada 4 hal untuk menemukan passion kita: (1) Definisikan Hal (Bidang/benda) apa yang kita sukai? (2) Kegiatan yang kita sukai dari hal tersebut? (3) Siapa orang yang mencerminkan kesuksesan kita? (4) Langkah-langkah apa yang harus kita lakukan agar kita ahli di bidang tersebut?

Perannya sebagai Mapres FTUI 2018 memberikannya banyak kesempatan untuk berkontribusi lebih luas lagi. Ia sangat senang diundang dan memberikan sharing untuk menginspirasi anak-anak muda lainnya.

Paparan dari kedua pembicara MAB Talks #1 hari itu menggugah semangat kita para mahasiswa untuk aktif-kontributif memaksimalkan kesempatan kita saat ini sebagai mahasiswa di ranah kampus. “Ada banyak cara untuk mencintai Indonesia. Jadilah versi terbaik dari diri kita untuk berkontribusi di bidang yang kita pilih sesuai pilihan dan kemampuan kita masing-masing; Mapres, aktivis mahasiswa ataupun bidang lainnya”. (@bamsutris)

Life at MAB : Hidup adalah Memilih

life-at-mab-hidup-adalah-memilihTak terasa sudah hampir setahun berada di Rumah Inspirasi MAB, menatap masa depan baru, lingkungan baru, dan bertemu dengan wajah-wajah baru. Merantau merupakan pilihan yang saya ambil karena saya merasa bahwa ini merupakan hal yang tepat bagi saya dan akan membentuk jati diri saya dan kelak dapat mempersiapkan masa depan lebih matang.

Ketika sampai disini, saya tidak mengenal satupun orang disini ataupun pernah ke lingkungan UI dan sekitarnya. Saya diterima disini dengan baik, teman-teman disini banyak sekali membantu saya, mulai dari membantu saya dengan mengantarkan saya ke Balairung untuk daftar ulang, maupun sekedar untuk memberitahu rekomendasi warteg yang murah dan enak.

Banyak sekali momen-momen yang tidak bisa dilupakan selama 2 semester di Rumah Inspirasi MAB. Ajang kumpul biasa menjadi spesial bersama teman-teman, nonton film bareng ditemani martabak sudah cukup untuk membuat kami senang di malam yang lenggang karena bukan soal materi nya tetapi orang-orang yang ada di sekeliling saya.

Masih ingat di benak saya seperti baru saja kemarin, saya bertemu dengan Bapak & Ibu Pendiri MAB, mereka sudah seperti orang tua saya disini. Bantuan dari mereka sangat berarti buat saya, pengalaman dan cerita dari mereka tidak pernah membuat saya bosan, mereka tidak henti-henti nya memotivasi saya agar saya bisa lebih dari mereka dan nanti bisa juga seperti mereka ikut memberi ke adik-adik lain yang juga membutuhkan. Mereka juga menjadi salah satu motivasi saya ketika berkuliah disini, saya tidak ingin mengecewakan mereka yang telah memberikan saya fasilitas yang ada dan saya harus maksimalkan. Saya akan ambil sedikit kutipan dari Molly Friedenfeld di buku nya ‘The Book of Simple Human Truths’ , “A purposeful act or extension of kindness to another is never wasted, for it always resides in the hearts of all involved in a chain of love.”

Program-program di MAB sangat membantu diri saya menjadi orang yang disiplin. Disiplin bukan hanya menyangkut tentang tingkah laku atau perbuatan. Disiplin juga meliputi disiplin emosional. Apabila disiplin emosional digabungkan dengan kecerdasan berpikir maka akan menghasilkan perilaku yang rasional. Perilaku yang selalu menjunjung etika dan kesopanan. Ada satu hal berharga yang saya dapat dari salah satu pendiri MAB, sekolah  bukan semata-mata bertujuan ingin mendapatkan ijazah. Namun, yang dibutuhkan untuk bekal kehidupan bukanlah selembar kertas tersebut melainkan disiplin ilmu yang telah dipelajari selama beberapa waktu. Ijazah dengan nilai yang bagus, kalau tanpa pengetahuan dan kemampuan akan menjadi sia-sia.

Setiap momen dalam hidup kita memiliki potensi untuk mengubah hidup. Beberapa memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan yang lainnya. Dan kita semua terus bertumbuh saat melewati momen-momen tersebut. Bahkan momen buruk sekalipun perlu terjadi supaya momen yang menyenangkan bisa terjadi.

Hidup adalah memilih, namun untuk memilih dengan baik,  harus tahu siapa kita dan apa yang harus di perjuangkan, ke mana  ingin pergi dan mengapa ingin sampai di sana.

Penulis : M. Asykar S. Bangun atau yang akrab disapa Asykar, adalah mahasiswa Teknik Metalurgi dan Material angkatan 2017 yang berasal dari Kota Medan. Sejak setahun lalu Asykar menjadi salah satu penerima Beasiswa Pondokan MAB. Kenal Asykar lebih dekat di @AsykarBangun

Life at MAB : Mengakui Kesalahan adalah Sikap Kesatria Sejati

life-at-mab

Hampir dua tahun telah berlalu saya lewati di rumah inspirasi ini, begitu banyak hal yang saya peroleh dari rumah ini, terutama dalam hal pembelajaran sosial.

Ada satu hal menarik yang beberapa kali kerap terjadi di rumah inspirasi ini yaitu terkait dengan permasalahan rumah. Dulu pernah suatu kejadian dan memang seringkali terjadi dimana, ketika kita para penghuni rumah inspirasi selesai masak serta makan dan menggunakan perlengkapan dapur, sudah menjadi kesepakatan bersama bagi kita semua untuk selalu membersihkannya dan merapihkannya kembali.

Namun yang sering terjadi adalah, ada bekas sampah memasak serta piring kotor yang tergeletak di wastafel atau dapur dan ketika ditanya ini milik siapa? Tidak ada satu orang pun yang mengakuinya. Menariknya, setelah ditanya dan tidak ada yang mengakui benda-benda tersebut kepunyaan siapa. Beberapa jam kemudian, tiba-tiba sampah-sampah sisa memasak tersebut hilang dan piring kotornya pun menjadi bersih. Entah ada orang yang berbaik hati untuk membersihkannya atau sang pelaku yang sadar membersihkannya. Hal semacam ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja, namun beberapa kali kerap terjadi di rumah ini.

Bukan hanya tentang sampah makanan dan piring kotor, pernah juga kejadian kehilangan peralatan makan di rumah ini. Kemudian dicari-cari oleh pemiliknya. Hingga berminggu-minggu peralatan makan tersebut tidak juga ditemui. Kemudian sang pemilik mencoba untuk menanyakan keberadaan peralatan masaknya ke seluruh penghuni rumah satu per satu. Namun, tetap saja peralatan makan tersebut tidak di temukan. Hingga suatu saat, tiba-tiba peralatan makan tersebut sudah ada di tempatnya tanpa ada yang mengetahui siapa yang meletakannya.

Aneh? Ya! Setelah saya coba cari tau mengapa hal-hal diatas bisa terjadi, ternyata memang dalam diri setiap manusia pasti menginginkan rasa aman. Jelas hal diatas dapat terjadi karena ketika seseorang merasa bahwa dirinya akan dipermalukan di depan umum ketika mengakui sebuah kesalahan, orang tesebut pasti lebih memilih untuk diam dan diam-diam memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya.

Pernah salah satu teman saya bercerita di suatu kesempatan, dia dimarahi oleh banyak tentara karena satu hal. Bukan karena kesalahan yang dia lakukan, tetapi karena dia tidak mau mengakui kesalahannya tersebut. Disinilah poin pembelajaran yang saya dapatkan. Menurut saya ini sangat penting karena di dunia kerja nanti, mungkin banyak hal semacam ini yang akan kita temui. Seharusnya kita bisa menjadi orang yang berani untuk mengakui kesalahan kita dan bertanggung jawab atas kesalahan apa yang telah kita lakukan.

“Berani mengakui kesalahan dan mau berusaha memperbaikinya adalah sikap kesatria yang sejati” (KH. A. Mustofa Bisri)

Penulis :

Naufal Muhadzib Rafif atau yang akrab disapa Naufal adalah mahasiswa jurusan Teknik Perkapalan angkatan 2016. Naufal salah satu penerima beasiswa Pondokan MAB yang berasal dari Tegal. Selain aktif perkuliahan, Naufal saat ini tergabung dalam klub peminatan di Teknik Perkapalan yaitu Hydro-Tech-Works (HTW) UI.

MAB Talks #6 : Belajar Ke Luar Negeri untuk Menemukan Diri Sendiri

mab-talk-ketua-iluni-ui Asrama Beasiswa MAB, Depok, Minggu (22/4), kembali diadakan program pembinaan bagi penerima beasiswa MAB yaitu MAB Talks #6: Inspirasi dari Alumni (2) yang menghadirkan Ketua Iluni UI, Bapak Arief Budhy Hardono dan Istri, Ibu Indy Hardono. Pada kesempatan itu juga hadir pengurus Yayasan MAB, Ibu Sri Dijan Tjahjati, Bapak Hamdion Nizar dan Ibu Tin Nizar. Sekitar 20 penerima beasiswa MAB hadir mengikuti acara sharing yang super inspiratif di Minggu pagi itu.

Acara dibuka oleh Ibu Sri Dijan Tjahjati dengan menjelaskan terlebih dahulu mengenai perkembangan Yayasan MAB sejak awal berdiri hingga di usia yang menginjak 15 tahun pada September mendatang. Perjalanan panjang hingga di titik sekarang ini adalah buah dari konsistensi yang tak pernah padam dari para pengurus dan dukungan alumni serta FTUI hingga saat ini. Efek kebaikan seperti snow ball yang dimulai dari langkah kecil harapannya terus bergulir dan memberikan dampak yang lebih luas ke depan.

Sesi dilanjutkan dengan sharing dari Ketua Iluni UI, yang akrab disapa Bang ABH. Beliau yang merupakan alumni Teknik Sipil’84 menceritakan pengalamannya semasa kuliah dahulu. Beliau pernah menjadi ketua Senat pada zamannya, saat itu belum ada BEM seperti sekarang. Sebagai ketua senat, beliau mendapatkan kesempatan untuk menjalin forum komunikasi dengan senat mahasiswa se-ui pada masa itu. Komunikasi yang terus dijalin itulah yang mendukungnya untuk maju menjadi ketua Iluni UI pada 2016 lalu.

Setelah lulus, Bang ABH memilih karir sebagai professional dengan menjadi Junior Civil Engineer di PT. Indotek Konsultan Utama hingga dipercaya menjadi pimpinan di perusahaan tersebut. Saat ini, beliau juga menjadi Direktur Direktur PT. Pionir Beton Indonesia dan PT. Citra Margatama Surabaya. Menurutnya kita harus “Street-Smart”, orang yang tahu keadaan di lapangan sehingga bisa memilih strategi yang tepat agar bisa survive.

Iluni UI di bawah kepemimpinan Bang ABH berusaha wadah pemersatu alumni dari 13 fakultas di UI. Hal yang tidak mudah dengan lulusan 16 ribu-18 ribu setiap tahunnya. Untuk itu, Iluni UI selalu berusaha bagaimana menjadikan setiap detik, menit menjadi bermanfaat, berusaha untuk menjadi alumni yang membanggakan almamater.

Iluni UI juga senantiasa menghadirkan enrichment program bagi alumni UI. Program entrepreneurship yang diharapkan bisa menjadi solusi. Karena pilihan ketika lulus adalah apakah menjadi pekerja atau entrepreneur. Selain itu, Iluni UI senantiasa mendukung kegiatan positif dari alumni UI seperti Yayasan MAB dan kegiatan alumni lainnya.

sesi-sharing-mab-talk

Sesi dilanjutkan oleh paparan Bu Indy Hardono, alumni TGP’86 yang merupakan Koordinator Tim Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, sebuah beasiswa dari Pemerintah Belanda. Sesi beliau mulai dengan menceritakan perjalanan karirnya hingga sekarang. Beliau percaya bahwa sebagai lulusan Teknik bisa ditempatkan di mana saja, tetapi passionlah yang akan membawa kemana kita berlabuh nantinya.

Bu Indy, sapaan akrabnya memulai karir dari BPPT selama 10 tahun. Pada masa itu, beliau mendapatkan beasiswa dari Pak Habibie untuk kuliah bisnis di Belanda. Setelah menyelesaikan ikatan dinas, akhirnya passion yang membawanya ke lembaga non-profit. Ia pernah bekerja di Asia Foundation, kemudian di Binus International. Itulah yang membawanya terus ke bidang Pendidikan hingga saat ini.

Menurutnya, jangan pernah untuk menyesali pekerjaan yang berbeda dengan sewaktu kuliah dahulu. Karena yang terpenting adalah cara berpikir yang kita dapat dari kuliah di Teknik yang membuatnya berpikir lebih sistematis.

Beliau melanjutkan paparan mengenai “Mengapa Kuliah ke Luar Negeri: Gengsi atau Kebutuhan?”. Sebagai tim penyeleksi Beasiswa, beliau memberikan hal-hal substansial yang sangat penting saat kita akan mendaftar beasiswa. Kita harus bisa membedakan requirement dan kriteria dari setiap jenis beasiswa. Standar minimum harusnya tidak mematok kita untuk sekedar memenuhi standar itu saja, kita harus memberikan nilai yang jauh di atas standar minimum tersebut.

Saat ini, foreign student terbesar berasal dari China. Mengapa? Hal ini karena mindset. Kebanyakan orang China menganggap pendidikan sebagai investment, not cost. Sebagai investement tentunya dampak yang didapat akan jangka panjang. Itulah kenapa banyak pelajar China tersebar di seantero dunia, meskipun mereka kebanyakan dengan biaya sendiri.

Menjadi globally competitive di zaman ini sangat penting. Karena sekarang zamannya borderless, ASEAN Community. Kita bersaing bukan hanya dengan orang-orang Indonesia saja, tetapi dengan orang-orang dari negara lain.

Terpenting, ketika memutuskan untuk kuliah ke luar negeri dengan beasiswa adalah apa tujuan kita kesana, motivasi apa yang membawa kita untuk belajar di luar negeri?

Sebuah pengingat menarik ketika Bu Indy mengantarkan anaknya yang akan kuliah di Gronigen University, Belanda.

“Kenapa kamu mau pergi ke sini, ke tempat yang dingin, ke tempat yang makanannya sama sekali tidak enak, ke tempat yang udaranya tidak segar. Kenapa kalian mau pergi dari negara kalian, yang mungkin tempatnya jauh lebih segar, makanannya enak, dan matahari mungkin bersinar selama 365 hari setahun. Jika jawabannya untuk belajar ilmu dari kami, maka kalian salah.”

“Belajarlah di luar negeri untuk mempelajari dari mana kalian berasal”.

Kita akan menemukan bahwa semakin jauh kita berpisah dengan Indonesia, semakin jelas pula bahwa kita adalah Indonesia. The further you leave your country, The more you discover who really you are. Sesi minggu pagi yang super inspiratif itu ditutup dengan berfoto bersama. (BS)

pengurus-mab-dan-ketua-iluni-ui

MAB Talks #5 : Resep Sukses, Networking, Passion dan Menjadi Mata Rantai Kebaikan

inspirasi dari alumni

Asrama Beasiswa MAB, Depok, Sabtu, (14/4), MAB Talks #5: Inspirasi dari Alumni sebagai program pembinaan rutin bagi penerima beasiswa MAB kembali diadakan. Pada kesempatan ini, Yayasan MAB menghadirkan Ketua Iluni FTUI, Bapak Teten Derichard dan Komunitas Golfers Alumni FTUI (GIFT UI), Bapak Azwan Nurcandra. Selain itu, Beberapa pendiri dan pengurus Yayasan MAB juga turut hadir yakni Ibu Sri Dijan Tjahjati, Bapak Hamdion Nizar, Ibu Endang Ripmiatin dan Ibu Lista Dewi. Acara tersebut diikuti oleh sekitar 25 penerima beasiswa MAB lintas angkatan mulai angkatan 2014-2017 yang merupakan penerima beasiswa Prestasi dan beasiswa Pondokan MAB.

Sebagai rangkaian dari acara, dilakukan penyerahan secara simbolik donasi GIFT UI dari turnamen ROOSSENO CUP 2 akhir tahun lalu sebesar Rp 196 Juta. Selain itu, juga dilakukan penyerahan Beasiswa Reguler untuk salah satu putra alumni Teknik Mesin yang diberikan selama 2 semester dengan total Rp 5 Juta kepada Hanif Furqon, mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2016.

Donasi Roosseno Cup 2

Beasiswa Reguler untuk putra alumni

Sesi dibuka oleh Bapak Hamdion Nizar dengan menyampaikan pentingnya networking bagi adik-adik mahasiswa. Pertemuan mendengarkan sharing dari alumni pada acara MAB adalah sesi Networking yang tidak di dapat saat di kelas. Sebagai mahasiswa harus bisa memanfaatkan kesempatan tersebut. Lebih jauh, beliau mengingatkan bahwa MAB hanya memfasilitasi dan mewadahi selanjutnya tergantung pada diri masing-masing.

“Kuliah jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan tantangan yang ada setelah lulus nanti”. “Jangan takut men-challenge diri untuk ikut organisasi, kegiatan yang ada di kampus. Cobalah untuk berada di lingkungan yang heterogen untuk belajar toleransi dan keberagaman.”

Selanjutnya sesi dari Bapak Azwan Nurcandra yang merupakan alumni Teknik Mesin ’89. Beliau yang aktif dalam komunitas Golfers Alumni FTUI (GIFT UI) berpandangan bahwa main golf hanya sebagai media saja untuk ajang silaturahim lintas angkatan dan networking. Lebih jauh, ternyata dengan golf bisa menjadi mata rantai kebaikan dengan mengadakan charity untuk membantu adik-adik mahasiswa.

“Jangan lupakan untuk bermanfaat bagi lingkungan, menjadi mata rantai kebaikan”.

Beliau sebagai pengusaha juga membagikan resep suksesnya. Baginya, mencari peluang usaha dengan inovasi new technology yang ada di negara maju. Bila diterapkan di Indonesia, mungkin kita akan sukses. Dalam usaha pun kita harus legowo sata menderita kerugian. Jangan mematikan passion bila hal tersebut adalah hal yang kita inginkan. Bila yang kita kerjakan semata-mata hanya mencari profit tanpa ada kesenangan, akan sulit untuk meraih kesuksesan. Yakinlah bahwa semua yang kita lakukan dengan senang hati akan membawa dampak positif.

inspirasi dari alumni FTUI

Sesi Bapak Teten Derichard, Ketua Iluni FTUI yang merupakan alumni Teknik Mesin ’89 berpandangan bahwa komunitas hanyalah sebagai media saja. Karena tidak banyak orang yang mau untuk aktif mengurusi komunitas. Tanpa orang-orang tersebut, maka bisa jadi mata rantai kebaikan dari GIFT UI akan terputus dan mungkin kita tidak akan bisa bertemu satu sama lain melalui Yayasan MAB ini.

“Jangan lupakan peran kita untuk aktif membantu lingkungan”.

Terkait dengan kesempatan, beliau berpesan memanfaatkan kesempatan yang ada. Karena setiap hari adalah kesempatan kita untuk belajar. Dengan berani mencoba, berpartisipasi kita sudah berprestasi.

Sebagai ketua Iluni yang sibuk beliau juga membagikan tipsnya dalam manajemen waktu. Menurutnya, Kita boleh aktif ikut kegiatan apapun, tapi ingat dengan manajemen waktu. Kalau manajemen waktu kita buruk, akan kacau semuanya. Bagi Bang Teten, sapaan akrabnya tidak ada prioritas kegiatan 1,2,3, semua yang diambil harus menjadi prioritas.

Sebagai penutup dari Ibu Dijan dan Bu Ita menambahkan. Menurut Bu Dijan bahwa Tidak ada kata terlambat. Masing-masing orang berada pada waktunya. Bahwa kita yakin telah melakukan yang terbaik. “Do the Best and Let God do the rest”. Kita boleh menetapkan standar yang tinggi, asal memiliki semangat juang yang juga tinggi.

Bu Ita menutup dengan berpesan  bahwa Masing-masing orang mempunyai passion sendiri, jalur sendiri, tidak perlu membandingkan satu sama lain. “Reach your highest goal”. (BS)

Menghadirkan Senyum di Panti Asuhan Darul Ilmi Depok

happiness-project

Happiness is only real when shared!

Depok, Minggu (1/4), Para Penerima Beasiswa Pondokan MAB dimotori oleh Ikhsan Firdauz mengadakan kegiatan Happiness Project di Panti Asuhan Darul Ilmi, Depok. Harapannya, melalui kegiatan ini para penerima beasiswa MAB mampu menjadi insan yang bersyukur serta memiliki rasa kepedulian dan empati yang tinggi terhadap masyarakat yang membutuhkan. Panti Asuhan Darul Ilmi terletak di Beji Timur, tidak jauh dari Politeknik Negeri Jakarta. Panti ini dihuni oleh 22 anak yang terdiri putra dan putri dengan beragam jenjang pendidikan mulai dari usia sekolah dasar hingga SMA.

Pada kesempatan itu, kami mencoba berbagi inspirasi kepada adik-adik di panti dengan menceritakan bidang-bidang keteknikan sesuai dengan jurusan kami masing-masing; sipil, mesin, elektro, arsitektur, metalurgi, kimia dan industri. Antusiasme dengan hadirnya pertanyaan terus dilontarkan. Kami berharap, suatu hari nanti ada anak panti yang terinpirasi untuk melanjutkan kuliah di bidang teknik.

happiness-project-games

Usai berbagi inspirasi, kami bermain games “Be an Engineer“. Kami dibagi ke dalam beberapa kelompok dan ditantang untuk membuat suatu bangunan dari material sedotan setinggi dan sekuat mungkin (tidak jatuh ketika dipegang) dengan biaya seminimal mungkin. Permainan ini selain seru, juga melatih daya kreatifitas dan kerjasama tim.

Acara hari itu berakhir menjelang zuhur yang kami tutup dengan makan sandwich bersama-sama. Sandwich ala kadarnya kami siapkan sejak pagi di Pondokan MAB. Tak lupa, sedikit donasi berupa perlengkapan kebersihan untuk panti kami sumbangkan.

Hari itu kami bersyukur bisa membagikan kebahagiaan yang kami punya kepada adik-adik di Panti Asuhan Darul Ilmi. Semoga adik-adik panti senantiasa sehat dan terus semangat menjalani kehidupan! Amiin.

MAB Talk #4: Life After Campus (3) dari Kak Qisthi dan Kak Mushab

life after campus sharing

The winner never quit, The quitter never win. “(Kak Qisthi)

“Hidup itu adalah keselarasan di antara 2 pilihan. Cari keseimbangan di antara keduanya!” (Kak Mushab)

Sabtu, 24 Maret lalu, sesi MAB Talks #4 : Life after Campus (3) yang melanjutkan sesi-sesi sebelumnya kembali diadakan. Kali ini, kedua pembicara adalah Kakak Alumni yang saat ini berprofesi sebagai dosen di FTUI. Mereka adalah Kak Aulia Qisthi yang merupakan alumni FT jurusan Teknik Lingkungan angkatan 2011 dan Kak Mushab Abdu Asy Syahid yang juga merupakan alumni FT jurusan Arsitektur angkatan 2011. Selain itu, Kak Qisthi juga merupakan alumni Beasiswa Rumah Kepemimpinan, sedangkan Kak Mushab adalah alumni Beasiswa Pondokan MAB.

Sesi dimulai dengan Kak Aulia Qisthi. Setelah lulus dari Teknik Lingkungan pada tahun 2015, Qisthi, begitu sapaan akrabnya melanjutkan S2 fast track di FTUI. Di akhir studinya, ia diterima untuk kuliah di Perancis melalui Beasiswa Erasmus di IMT Atlantique.

Kak Qisthi memaparkan bahwa pilihan yang kita ambil pada pasca kampus nantinya harusnya kita pertimbangkan dengan matang. Ia memberikan beberapa langkah metode dalam menentukan pilihan tersebut yaitu dengan Logic Tree, Priority Matrix, Hypothesis Pyramid, Pros and Cons Strategy dan evaluasi. Namun, yang terpenting menurutnya adalah jangan sampai keputusan yang kita pilih tidak membebani atau tidak disetujui oleh orang tua.

Ia juga menceritakan pengalamannya ketika studi di Perancis. Menurutnya, Bahasa inggris sangat penting. Oleh karena itu, kita jangan cepat puas dengan capaian Bahasa inggris kita saat ini meskipun sudah memenuhi standar minimal untuk apply beasiswa.

Menurutnya, Kita harus tertantang untuk memiliki nilai IELTS lebih tinggi, meskipun standar minimal 6,5 untuk apply beasiswa. Karena itu akan menyusahkan kita nantinya. Bahkan, nilai IELTS 8 atau 8,5 saja masih membuat kita terkadang tidak percaya diri.

Tips lainnya, ketika kita study di luar negeri sebaiknya kita ‘make friends’ dengan teman-teman dari negara lain. Jangan sampai kita hanya berkumpul dengan sesame pelajar Indonesia saja. Lebih penting, jangan sampai ketidak pede-an menghalangi kita untuk maju. Untuk mencapai kesuksesan tidak ada yang instan, kita harus menapaki tangga kesuksesan itu satu per satu. Seperti kata Ziglar : “There is no elevator to success, you need to have the stair.”

life-after-campus-3

Selanjutnya dari Kak Mushab, begitu sapaan akrabnya. Setelah lulus dari Arsitektur pada tahun 2015, ia langsung melanjutkan S2 di jurusan yang sama di UI dan lulus Agustus 2017 lalu. Ia kini menjadi dosen di Arsitektur UI dan juga di Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Tak jauh berbeda dengan Kak Qisthi, Kak Mushab, menggambarkan dunia pasca kampus sebagai sebuah paradox ; Dua hal yang kontradiksi. Ia melihat bahwa ada kontradiksi ketika ia menjadi mahasiswa dan sekarang setelah lulus. Paradoks antara 2 pengalaman tentang berpikir dan kenyataan di kehidupan. Menurutnya, kehidupan di luar tak seideal apa yang dipikirkan ketika menjadi mahasiswa.

Melihat itu, ia menjabarkan konsep kehidupan antara kampus dan pasca kampus sebagai sebuah pyramid dan labirin. Pyramid, dari luar kita bisa melihat langsung bentuknya; besar, segitiga, tetapi kita tidak tahu bagaimana ruangan di dalamnya. Kita tahu, tapi tidak merasakannya. Pyramid ibarat kehidupan kampus dimana kita berpikir bahwa apa yang kita pikirkan harusnya sesuai dengan ilmu dan teori yang kita pelajari dari buku-buku teks, tapi kita belum merasakan kenyataan di lapangan seperti apa.

Sedangkan labirin, ketika kita memasukinya, kita tidak pernah tahu di mana akan berakhir dan bagaimana bentuk labirin sebenarnya. Labirin ibarat kehidupan pasca kampus. Kita bisa merasakannya, tetapi tidak tahu dimana ujungnya atau apa yang akan terjadi pada kita nantinya. Maka itu, kita perlu menyelaraskan keduanya dengan menjadi manusia yang bermanfaat, seperti Hadits “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat.” (BS)

MAB Talk #3: Life After Campus (2) dari Kak Awa dan Kak Nisa

 life-after-campus

“Kenali diri kalian- kelebihan dan kelemahan yang kalian miliki- untuk menentukan impian kalian ke depan” (Kak Nisa)

“Setiap orang dianugerahkan potensi dan jalan hidup yang spesifik untuk mengisi slot kontribusi di masa depan yang juga spesifik” (Kak Awa)

Sabtu, 17 Maret lalu, kembali diadakan MAB Talks #3 : Life after Campus (2) yang menghadirkan Alumni Beasiswa Pondokan MAB yaitu Kak Siti Awaliyatul Fajriyah dan Kak Nurhidayatun Nisa. Kak Awa dan Kak Nisa, begitu sapaan akrabnya adalah alumni FT angkatan 2012 dari jurusan Arsitektur dan Teknik Perkapalan yang telah menyelesaikan studinya pada tahun 2016 lalu. Masa dua tahun setelah lulus menjadi Sarjana Teknik tersebut telah dilaluinya dengan pilihan yang sedang mereka jalani saat ini.

Melanjutkan sesi sebelumnya, kali ini Kak Awa dan Kak Nisa bercerita mengenai pengalaman yang telah dilaluinya usai lulus.

Awa memulai sesinya dengan definisi sukses yang ia pegang. Baginya, sukses adalah semua capaian di dunia untuk kebahagiaan di akhirat. Perjalanan usai lulus pada 2016 lalu, ia tidak langsung memilih untuk bekerja. Sebelumnya ia berencana melanjutkan kuliah S2 dan berusaha mengejar beasiswa yang ada. Sembari mempersiapkannya, ia juga merintis usaha di bidang sosial atau sociopreneur dengan dukungan dari DIIB UI. Namun, keduanya tidak menjadi prioritasnya kini. Menurutnya untuk melanjutkan studi usai lulus, kita harus punya alasan dasar yang kuat, persiapan yang matang dan juga motivasi yang tinggi. Sedangkan untuk memulai usaha, tentunya kita perlu mental yang tahan banting serta dukungan dari keluarga.

Akhirnya, di akhir 2017, Awa mantap untuk mengambil pilihan menjadi abdi negara di Kementerian PUPR. Tantangan baru pun dimulai agar bisa survive menjalani pilihannya sekarang. Berbeda ketika ia masih menjalani usaha, ia merasa waktunya kini banyak terkuras dan harus siap menghadapi tantangan hidup perkotaan.

life-after-campus

Berbeda dengan Awa, Nisa saat ini bekerja sebagai technical support di salah satu perusahaan perkapalan di Jakarta. Sebagai perempuan yang bekerja di bidang yang kebanyakan lelaki menjadi tantangan tersendiri baginya. Berhari-hari berada di kapal dan lingkungan kerja yang kebanyakan laki-laki sudah tidak asing lagi baginya. Meskipun awalnya tidak nyaman, namun menurut Nisa Ia harus belajar untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya itu. Menurutnya, sangat penting soft skill yang dipelajari dari organisasi seperti leadership, teamwork, planning, komunikasi dan problem solving.

Semoga sharing tersebut bermanfaat! Sampai bertemu di sesi sharing “Life after Campus” berikutnya.

Life at MAB : Mereka yang Kusayangi di MAB

Keluarga-MAB-Putri

Di pondokan MAB, saya hidup bersama dengan empat adik tingkat. Tiga orang dari angkatan 2017, satunya lagi dari angkatan 2016. Hidup bersama, mengharuskan saya meng-install beberapa nilai baru yang kemungkinan tidak terlalu diperlukan jika saya hidup sendiri.

Saya harus lebih peka terhadap teman-teman serumah, agar teman-teman juga peka terhadap saya. Saya harus mengingatkan teman-teman serumah ketika mereka berbuat salah, agar teman-teman juga tidak sungkan mengingatkan saya ketika saya berbuat salah. Saya harus menyayangi teman-teman serumah setulus hati saya, agar teman-teman juga mau menyanyangi saya dengan tulus.

Pernah pada suatu hari, jadwal saya begitu penuh dari pagi buta hingga menjelang tengah malam. Ditambah lagi, saya belum makan sejak siang sehingga magh saya kambuh. Ketika magh saya kambuh, perut saya akan sakit dan kepala saya akan sangat pusing. Biasanya, obat yang paling ampuh saat magh saya kambuh adalah dengan makan sedikit lalu tidur hingga pagi. Dan saya melakukannya, memaksa kepala pusing saya untuk tidur.

Di waktu subuh saya bangun, kenyataan yang saya harapkan tidak sepenuhnya terjadi. Sakit di perut saya memang sudah reda, tapi kepala saya masih sangat pusing. Saya berusaha bangkit dan membuat teh hangat. Saya tempelkan telapak tangan saya di sekeliling gelas berisi teh panas itu untuk menyalurkan kehangatan dengan harapan dapat sedikit mengurangi sedikit rasa sakit di kepala saya. Saya seruput teh itu perlahan. Karena beebrapa menit kemudian tidak menunjukkan adanya tanda-tanda menuju kesembuhan, saya menenggak habis teh itu. Dan, masih sama saja. Rasa pusing di kepala saya begitu menyiksa. Bahkan, pusing tersebut mempengaruhi perut saya yang tadinya baik baik saja jadi merasa mual.

Saya membuka group whatsapp yang beranggotakan teman-teman serumah, saya tanyakan apakah diantara mereka ada yang memiliki stock tolak angin karena saya merasa terlalu pusing untuk beli keluar. Dan kurang dari 1 menit, teman-teman saya secara bersamaan membuka pintu kamar mereka dan menghampiri saya dengan masing-masing tangan mereka memegang satu sachet tolak angin. Saya terharu.

Dalam hati saya berdoa, semoga hubungan diantara saya dan teman-teman serumah akan selalu harmonis dan berkah hingga jannah-Nya.

Cerita saya diatas merupakan implementasi dari beberapa nilai yang kami terapkan selama kami hidup bersama di pondokan MAB.

Saya yakin, teman-teman serumah saya mau menolong saya karena mereka sayang terhadap saya, sebagaimana saya yang sayang terhadap mereka. Karena kami adalah keluarga.

—-

Penulis :

Trianti Puji Sadermi atau lebih akrab disapa Anti adalah mahasiswi jurusan Teknik Mesin angkatan 2015. Anti merupakan penerima Beasiswa Pondokan MAB yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Sebagai Kakak tertua di Asrama Pondokan MAB Putri, Anti belajar untuk menjadi kakak yang baik untuk adik-adiknya di MAB Putri. Mengenal Anti lebih dekat di @triantipujisadermi.