Dulu di Pondokan ini…
Dulu…
Pertama kali aku masuk ke tempat ini – yang menjadi tempat istirahat dan berkarya selama menempuh pendidikan S1ku – yang kuingat adalah tempat yang nyaman untuk ditinggali. Meski aku awalnya tak tahu siapa ‘mereka’ yang berbaik hati menyediakan ini semua?
Kami tinggal bertiga dalam satu rumah kecil dengan satu kamar. Tempatku tinggal di paling depan. Terlihat paling rapi dan nyaman untuk ditempati. Sebagai mahasiswa paling muda, aku sadar betul bagaimana peranku. Namun, aku belajar banyak dari kakak-kakak yang tinggal bersamaku. Mereka kuanggap layaknya keluarga.
Meski kami punya kesibukan masing-masing, jadwal yang berbeda satu sama lain, namun selalu kami sempatkan waktu untuk rumah kami tercinta ini. Di tiap pekannya ada jadwal piket yang tersusun rapi, sederhana dan jelas. Tak perlu ‘bentakan’ atau suruhan untuk mengerjakan itu semua, cukup kesadaran dari diri kami masing-masing.
Ada satu hal yang kurindu, biasanya kami memasak saat makan malam. Ada giliran siapa yang memasak. Tak perlu saling sungkan tawar dan meminta dibuatkan makanan, kami sudah seperti layaknya keluarga. Peran kami jelas, ego itu seperti sudah terhilangkan. Aku belajar hidup bersama layaknya sebuah keluarga.
Di rumah lain, meski hanya sepekan sekali kami bertemu saat bahasa inggris, tetapi cukup menambah kekompakan dan kedekatan kami. Tak perlu waktu lama untuk menentukan kumpul bersama, meski saat itu belum ada group yang mengakomodir semua anggota. Kacang rebus menjadi hidangan yang cukup nikmat sembari mendengarkan cerita dan pengalaman masing-masing.
Dan prestasi sebagai capaian juga tak lupa kami sematkan diakhir perjumpaan menjelang libur akhir semester. Aku belajar dari mereka. Kami sadar betul, meski hidup kami pas-pasan, tetapi jalan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti terbuka lebar. Beberapa diantara kami mengajar untuk mendapatkan uang tambahan. Beasiswa masih sangat jarang dan susah. Lomba menjadi andalan mendapatkan uang tambahan.
Beberapa waktu, aku melihat ada kiriman berbagai perlengkapan pondokan mulai dari sabun hingga kipas angin. Meski aku belum tahu siapa yang mengirim itu.
Cukuplah rasa syukur dengan menjaga tempat ini. Menjaga kebersihannya, kenyamanan tempatnya, hingga torehan prestasi yang harus kami capai. Bukan untuk siapa-siapa, untuk diri kami sendiri, untuk mereka yang telah menyediakan ini semua, untuk adik-adik kami yang nanti akan menempati tempat ini setelah kami, sebagai rasa syukur dan terima kasih kami yang tak cukup membayar ini semua…
Untuk mereka yang telah menyediakan ini semua untuk kami, tanpa kenal pamrih…
11 Mei 2015,
Pondokan MAB
Catatan : Mengenang kisah kehidupan di Pondokan MAB tahun 2009-2010.