Keluarga Baruku, Pondokan MAB
Nama saya Raja Fitrah Aulia Nurfalah, saya berasal dari Tasikmalaya lalu pindah ke Garut karena keluarga Ayah saya berada di Garut. Memang sudah menjadi hal yang mutlak bahwa nasib setiap orang itu berbeda-beda meski seseorang itu berasal dari rahim yang sama. Ya memang jika ada seseorang yang bernasib dari sejak kecil mereka hanya berperan layaknya seorang anak kacil biasanya maka untuk saya dan mungkin adik saya berbeda, dari sejak kecil saya hidup sebagai orang yang dituntut untuk bekerja keras. Saat bayi saya harus tinggal bersama nenek dan terpisah dari Ayah serta Ibu karena Ayah tak sanggup menghidupi dua bayi sekaligus di masa pernikahannnya yang masih sangat muda, saat itu Ayah mengalami musibah perekonomian karena status pendidikannya serta beberapa masalah perusahaan yang harus melibatkan semua pekerja. Keadaan menjadi sangat berat ketika saya yang masih sekolah dasar dan baru bertemu dengan orang tua saya mendapati kondisi mereka dalam keadaan sakit parah. Tentu saja dari kondisi tersebut kami berdua sebagai anak yang masih sangat polos tiba-tiba terpukul melihat kondisi orang tua kami tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur. Nenek sempat menawarkan supaya saya dan adik saya tinggal bersamanya, namun Ibu menolaknya karena mereka merasa tidak berdaya jikalau anak yang menjadi semangat hidupnya hilang dari pandangannya. Sejak saat itu, masa kanak-kanak kami menjadi tidak biasa, di usia sebiji jagung kami harus menahan diri untuk tidak jajan setiap hari saat dimana anak-anak lain merengek-rengek meminta jajan, kami harus berkeliling kampung menjual hasil ladang nenek untuk mencari makan saat dimana anak lain bermain-main hingga sore menjelang malam, kami harus makan seadanya bahkan belajar berpuasa saat nak lain memuntahkan makanan mereka karena tak suka.
Sebenarnya ini bukanlah cerita bergendre perjuangan atau novel bernuansa kesedihan atau bahkan saya yang memelas untuk dikasihani, tetapi ini adalah kisah hidup seorang manusia biasa yang mungkin dapat diambil manfaat serta pelajarannya hingga ia yang biasa itu mampu meneruskan pendidikannnya ke universitas terkemuka di Indonesia, karena baginya ini adalah sebuah anugerah dan kebanggaan yang luar biasa. Apa yang membuat hal itu tak biasa? Ketika dimana kau menemukan ranting yang kering, maka dipikiranmu hanya ada sebuah benda yang tak berguna, kering, layu, mati, dan hanya menjadi bala / pengotor. Bahkan mungkin kau hanya akan mengacuhkannya saja. Seperti itu lah saya, seperti ranting yang kering tetapi tiba-tiba menghasilkan api apabila digesekan dengan permukaan ranting satunya hingga kau mampu melihat api sampai sekarang. Saya seorang anak petani dan pegawai yang tak tentu pekerjaannya, saya hanya seorang anak kecil yang berasal dari pelosok bagian bumi, mampu masuk ke universitas yang sebagian besar orang sulit untuk bersekolah disana. Hal yang membuat saya terharu dan bangga adalah ketika saya mengingat berbagai perjuangan yang telah saya lakukan apapun itu dan saya lakukan dimanapun itu, tidaklah berujung sia-sia.
Awalnya saya menganggap bahwa masuk ke Universitas Indonesia membutuhkan biaya yang besar, dan ternyata dugaan saya memang benar. Bagi kondisi keluarga kami saat ini masuk dan membayar biaya sekolah serta biaya kehidupan sehari-hari di UI itu memang berat, ditambah lagi UI berada di pusat pemerintahan yang tentunya memiliki mutu perekonomian yang berbeda dibandingkan dengan di daerah asal tempat saya tinggal. Dari sana Ayah saya mulai kebingungan untuk mencari biaya kuliah, hingga akhirnya saya mendapat bantuan dari sebuah yayasan yang memberi tempat tinggal di UI tanpa memungut biaya sepeserpun. Malah saking beruntungnya saya, saya juga mendapatkan berbagai fasilitas yang sangat-sangat bermanfaat yaitu les TOEFL gratis, sembako gratis, jadwal rutin olah raga, gathering, saling berbagi pengalaman dengan orang-orang hebat serta penting, dan masih banyak lagi. Yayasan Mata Air Biru, begitulah nama dari sebuah yayasan yang berdiri sejak tahun 2003 oleh Ibu Sri Dijan Tjahjati bersama para alumni Fakultas Teknik UI yang mau membuka hati dan pikirannya untuk menyisihkan uang demi membantu saudara dan adik-anik juniornya untuk mempermudah perjuangan mereka selama menuntut ilmu di UI, benar-benar luar biasa alumni ini. Di Yayasan MAB ada lima jenis beasiswa yaitu Baesiswa Pondokan, Beasiswa Reguler Mahasiswa, Beasiswa Reguler Anak Karyawan FTUI, Beasiswa Skripsi, dan Beasiswa Prestasi. Dengan keadaan pondokan yang lebih dari layak untuk dihuni, saya sebagai anggota baru penerima beasiswa MAB ini merasa sangat bahagia karena ternyata masih ada orang yang mau memberikan sebuah ladang amal bagi saya dan penghuni lainnya untuk menuntut ilmu.
Hari demi hari dan bulan demi bulan telah berakhir, dan saya sekarang sudah hampir satu semester menjadi penghuni di pondokan MAB. Satu hal lagi yang membuat saya sangat terkesan, yaitu rasa kekeluargaan tinggi yang disebarkan dan ditularkan dari individu ke individu sehingga saya merasa selalu berada di rumah dan merasa seperti layaknya bersama keluarga sendiri. Sifat kepedulian yang sangat kental serta rasa saling memahami satu sama lain membuat rasa kekeluargaaan itu semakin mendarah daging di hati kami masing-masing. Kakak yang selalu menghawatirkan adiknya dikala sakit, adik yang tak sungkan membagi makanan dan barangnya kepada kakaknya, canda tawa yang mewarnai tiap langkah kaki kehidupan saya hingga saya merasa sudah tak cemas lagi sendirian dalam kerasnya hidup berada di tengah kerumunan orang-orang di kota rantauan, saya tak takut lagi saat kesulitan menghampiri, saya yang merasa lega karena saya punya banyak keluarga, saya tak sedih lagi berpisah dengan Adik, Ibu, dan Ayah saya karena saya mempunyai mereka di sisi saya. Itu lah mungkin sebuah gambaran selama saya berada di MAB. Yayasan MAB membuat saya bersemangat, membuat saya lega, memberi saya banyak motivasi-inspirasi, mengenalkan saya dengan banyak orang yang luar biasa, membuat saya harus lebih peka terhadap orang lain, membuat saya lebih aktif dalam segala hal yang bernilai positif hingga rasanya waktu yang telah saya keluarkan menjadi sangat berarti dan bermanfaat. Terima kasih banyak MAB, mungkin ini lah salah satu jalan berupa bantuan untuk membantuku meraih kesuksesan.
Penulis : Raja Fitrah Aulia, Mahasiswi Teknik Perkapalan UI angkatan 2013, Penerima Beasiswa Pondokan MAB. Raja, mahasiswa asal Garut ini menyimpan potensi yang luar biasa sebagai salah satu atlet tenis meja dan basket dalam kejuaraaan di FTUI, seperti Teknik Cup.