Menjadi Inovator Sosial sebagai Upaya Pemerataan Kesejahteraan
“Pembangunan desa tidaklah memimpikan desa menjadi kota.†– M. Arifin Purwakananta
Jati diri Indonesia adalah jadi diri pedesaan. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah karena masyarakat desanya yang ramah. Indonesia dikenal sebagai negeri yang subur makmur karena alam pedesaannya yang sangat kaya. Begitulah Indonesia di mata dunia. Namun, mengapa rakyat Indonesia berbondong-bondong pergi ke kota? Hidup di desa lebih menenteramkan, bukan?
Dalam materi pembekalan K2N UI 2015 pada hari Sabtu, 25 April 2015 yang diisi oleh Bapak M. Arifin Purwakananta, calon peserta mendapatkan pencerahan mengenai inovasi sosial. Istilah inovasi sosial ini sudah marak dibicarakan di negara-negara maju, misalnya Amerika. Di Indonesia sendiri, sering disamakan dengan intervensi sosial. Bedanya, pada intervensi sosial, penggeraknya berada di luar masyarakat sosial yang dimaksud. Sedangkan dalam inovasi soisal, penggerak berada di dalam (menjadi bagian) dari masyarakat itu sendiri. Para peserta K2N, dimanapun ia ditempatkan, diharapkan ia menjadi inovator sosial yang menjadikan gagasannya gagasan bersama, bukan lagi menyebutnya sebagai “gagasan sayaâ€.
Tujuan utama inovasi sosial ialah memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang saat ini cenderung menjadi komunitas yang kurang berkembang dibanding penduduk kota. Sebuah masyarakat dapat berdaya secara maksimal jika desa tersebut memiliki tiga matra pemberdayaan. Tiga matra tersebut ialah ketersediaan akses, pertumbuhan serta keadilan sosial.
Terdapat tiga unsur ketersediaan akses yang harus dipenuhi, mulai dari ketersediaan akses untuk memenuhi kebutuhan dasarnya berupa pangan, sandang dan papan untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Setelah memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan dasar, masyarakatpun harus memiliki akses untuk berkembang. Akses ini dapat berupa pendidikan dan ketersediaan informasi. Elemen yang ketiga adalah ketersediaan akses dalam keadaan darurat, maksudnya adalah jaminan hidup atas keadaan-keadaan darurat.
Menurut pendapat saya, masyarakat Riau, khususnya Kabupaten Siak dan sekitarnya memiliki keterbatasan dalam akses keadaan darurat. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya kebakaran hutan yang menyebabkan polusi udara yang sangat meresahkan warga. Hal ini menjadi kendala yang secara langsung menghambat pengembangan wilayah tersebut.
Pertumbuhan sosial di kawasan ini cukup baik dilihat dari pendapatan warganya yang memasuki kelas menengah dan sedikit yang ada di kelas bawah. Yang patut disayangkan ialah, pertumbuhan ini masih dijalankan individu per individu sehingga belum mewakili pertumbuhan kawasan. Pertumbuhan kawasan yang diharapkan ialah munculnya produk-produk lokal yang layak dipasarkan secara nasional bahkan internasional dengan menjunjung tinggi kekhasan daerahnya. Sebuah daerah menjadi hebat dalam ekonomi jika ia memiliki fokus pada produk lokal yang hendak dibawanya ke dunia internasional. Kita dapat melihat bagaimana Cibaduyut besar dengan produk sepatunya serta Jepara dengan ukiran kayu jatinya. Riau akan menjadi provinsi yang luar biasa jika kita mampu memunculkan nilai-nilai kearifan lokal miliknya.
Mitra terakhir dalam pemberdayaan pedesaan ialah keadilan sosial yang menjamin kerja sama antar elemen masyarakat. Keadilan sosial yang pertama ialah kebijakan dari atas ke bawah yang berangkat dari kepribadian masyarakat itu sendiri sehingga kebijakan tersebut bukanlah sebuah paksaan.
—–
Penulis : Siti Awaliyatul Fajriyah, Mahasiswi jurusan Arsitektur angkatan 2012. Awa, panggilan akrabnya adalah mahasiswa yang aktif dan senang terlibat dalam gerakan kepemudaan dan masyarakat. Saat ini ia dipercaya sebagai ketua E-CORP FTUI, sebuah ukm tingkat fakultas berupa koperasi mahasiswa. Tulisan ini adalah salah satu hasil pemikirannya saat mengikuti pelatihan K2N UI tahun 2015 ini. Ia memiliki keinginan kuat untuk tergabung dalam program K2N tahun ini sebagai salah satu wujud pengabdiannya bagi masyarakat di Siak, Riau.